banner here

Tak Rela Melihat Uang Tidur

kapsul sambiloto,kapsul kunyit putih,kapsul kelor,obat kanker,herbal kanker,obat covid,herbal covid,obat corona
Artikel


Onggy Hianata: Tak Rela Melihat Uang Tidur
Kamis, 22 Juli 2004
Oleh : Eva Martha Rahayu

Beberapa kali jatuh-bangun dalam mengelola investasi sektor riil, ia tak putus asa. Lalu, ia mendiversifikasi investasinya: 40% properti, 35% sektor riil, 20% sektor keuangan dan 5% emas. Kini ia merasa aman dengan portofolio pribadinya.

Sering kita terjebak pada mindset untuk apa investasi direncanakan. Eyang dan orang tua kita tak melakukan perencanaan investasi, toh tetap hidup, bahkan lebih makmur. Biarkan saja hidup ini mengalir bak air yang turun dari atas. Namun, dalam benak Onggy Hianata, pikiran pesimistis itu sudah dikubur dalam-dalam.

Onggy merasa terlahir kembali. Setelah membaca buku The Richestman from Babylonia, ia segera menata ulang prinsip pengelolaan keuangannya selama ini. Buku itu mengajarkan bagaimana orang-orang di Babilonia menjadi kaya. Kuncinya, 10% penghasilan mereka disisihkan untuk investasi. ?Kita harus membayar diri sendiri,? Direktur Pengelola PT EduNet Internasional itu mengungkapkan. Maksudnya, jika kita menerima pendapatan 100%, harus disisihkan 10% untuk tabungan rekening pribadi. Dana ini tidak boleh diutak-atik sampai hari tua tiba. ?Jujur saja, setelah membaca buku itulah saya lebih hati-hati dalam mengelola keuangan,? tambah lulusan Sekolah Tinggi Bahasa Asing Surabaya ini. Setelah itu, ia pun merasakan kenikmatan menjadi orang yang bebas masalah finansial.

Selain mengalokasikan 10% investasi untuk dana abadi, Onggy juga getol memutar pendapatannya ke beberapa instrumen investasi. Pria kelahiran Tarakan, Kalimantan Timur, 6 Maret 1962, ini membagi portofolionya: 5% emas, 20% sektor keuangan (termasuk 10% untuk tabungan yang tak boleh diutak-atik), 35% sektor riil dan 40% properti.

Investasi sektor keuangan bentuknya berupa tabungan dan deposito (10%), saham (5%) serta asuransi (5%). Onggy mengaku tertarik main saham lantaran terpengaruh teman-temannya. Ia tidak mau ambil risiko besar dengan bermain saham-saham spekulatif. Maka, ia sengaja memilih saham papan utama yang karakternya aman-aman saja. Pun, dana yang ditempatkan di instrumen efek ini tak signifikan. ?Karena, bukan bidang saya dan saya tidak mendalami,? ungkap Onggy.

Pembelian produk asuransi pun alokasinya minim: kurang-lebih 5%. Menurutnya, tujuan asuransi adalah memproteksi diri sendiri dan keluarga. Macam produk asuransi yang dibeli ada dua: asuransi jiwa dan pendidikan untuk dua anaknya. Pertimbangan Onggy membeli polis asuransi: reputasi perusahaan, besar benefit yang ditawarkan dan layanannya.

Investasi dalam bentuk koin emas dengan bujet 5% dilakoni Onggy dalam empat tahun terakhir. Logam mulia menjadi salah satu pilihan investasi lantaran harganya mengikuti perkembangan fluktuasi US$. Tambahan lagi, dalam sejarah harga emas tidak pernah jatuh di pasaran internasional.

Keranjang investasi Onggy berikutnya adalah properti. Mayoritas investasinya tersedot di instrumen ini, yakni mencapai 40%. Bentuknya: rumah, tanah, kios dan apartemen. Pria berkacamata minus ini mengaku memiliki rumah untuk kos-kosan di Jakarta Barat. ?Rumah kos itu lebih menguntungkan karena memberikan flat income dan cepat mendapatkan penyewanya. Beda dengan apartemen, saat dibeli belum tentu langsung disewa orang lain,? ungkapnya.

Apartemen yang dimiliki Onggy, ada beberapa unit, berlokasi di dekat perkantoran di Jak-Bar. Agar duit berkembang biak, ia menyewakan semua apartemennya, termasuk salah satu yang tengah dibangun.

Tak puas hanya memiliki rumah, tanah dan apartemen, kios pun disergapnya. Ia membeli kios di Mangga Dua Square. Lagi-lagi properti ini tidak ditempati sendiri, tetapi disewakan ke orang lain yang lebih membutuhkan untuk bisnis.

Dalam membeli produk properti, Onggy tidak semata?mata melihat harga, tapi juga track record pengembang dan lokasinya. Pilihannya, yang dekat kampus atau perkantoran agar lebih gampang disewakan, akses mudah dijangkau dan prospek lingkungannya bagus. Properti tersebut ada yang dibeli di pasar primer (baru) ataupun sekunder. ?Enaknya kalau beli di pasar primer, kadang ada diskon,? ujarnya.

Ladang investasi Onggy berikutnya adalah sektor riil. Investasi yang menyerap dana 35% dari total portofolionya itu dilakukan bersama beberapa mitra. Tujuannya, selain untuk membagi risiko, juga untuk bersama memajukan bisnis dengan orang-orang yang punya visi sejalan. Salah satunya, bisnis pelatihan, pengembangan kepribadian, motivator dan berbagai program pembinaan mental yang didirikan setahun lalu.

Kesadaran Onggy akan pentingnya investasi itu pun membuahkan hasil. Beberapa pengalaman berkesan dalam menggelembungkan pundi-pundinya dirasakan dari sektor properti. Pertama, untung saat membeli rumah di kawasan dekat tol Jagorawi tahun 1999: harganya terkerek 50% hanya dalam tempo setahun. Lalu, menikmati return dari kenaikan harga apartemen di Jak-Bar. Harga apartemen itu naik sekitar 20% selama setahun.

Akan tetapi, meski cukup hati-hati dalam berinvestasi, Onggy pun tak luput dari ancaman rugi. Kegagalan demi kegagalan dialaminya. ?Kerugian banyak saya alami di investasi sektor riil,? katanya. Ia berkali-kali jatuh-bangun gara-gara investasi di beberapa usaha bersama temannya. Ceritanya begini. Enam tahun lalu ia dan dua kawannya mendirikan usaha pemasaran produk kesehatan impor. Namun, dalam waktu kurang dari dua tahun sudah gulung tikar. ?Modal kami nyaris habis,? kata Onggy yang enggan menyebutkan nilai kerugian yang dideritanya.

Di investasi sektor riil, ia mengaku berani ambil risiko. Sebaliknya, di investasi lainnya, ia cenderung konservatif. ?Mungkin karena saya suka mencoba bisnis baru,? paparnya. Padahal, sebelum mengalami kerugian di bisnis pemasaran produk kesehatan itu, tahun 1986 ia babak belur mengelola bisnis produksi snack di Surabaya.

Kapok? Tidak juga. Bagi Onggy, siapa pun dapat bangkit dari jatuhnya, asal tidak pernah menyerah. Pantang menyerah ini mesti dibarengi dengan manajemen yang lebih baik. Itulah sebabnya, dalam bisnis berikutnya ia tak sekadar nekat, karena sudah merasakan asam garamnya dunia bisnis. Pelajaran berharga yang ia petik dari beberapa pengalaman gagal investasi di sektor riil: menerapkan manajemen perusahaan secara profesional sangat penting, modal harus kuat, dan mesti bermitra dengan investor yang sama visinya.

URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/portofolio/details.php?cid=1&id=699